Dalam ilmu pertanian, banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan panen, mulai dari cuaca hingga ketersediaan nutrisi. Namun, ada satu faktor fundamental yang sering terabaikan namun memegang peranan kunci: pH Tanah Optimal. Tingkat keasaman atau kebasaan tanah (pH) secara langsung menentukan seberapa efektif tanaman dapat menyerap nutrisi penting dari tanah. Bahkan jika tanah kaya akan pupuk, jika pH-nya tidak tepat, nutrisi tersebut akan “terkunci” dan tidak dapat diakses oleh akar tanaman, menyebabkan pertumbuhan terhambat dan hasil panen yang buruk. Mencapai pH Tanah Optimal adalah langkah pertama dan terpenting dalam upaya memastikan setiap upaya pemupukan membuahkan hasil terbaik.
Pengukuran pH Tanah Optimal tidak sesulit yang dibayangkan. Ada tiga metode utama yang bisa dilakukan petani. Pertama, menggunakan kertas lakmus atau pH strip yang dicelupkan ke dalam larutan sampel tanah. Kedua, menggunakan pH meter digital yang lebih akurat dan praktis, cukup ditusukkan langsung ke dalam tanah yang lembap. Ketiga, metode yang paling detail adalah melalui uji laboratorium yang dilakukan oleh lembaga profesional. Sebagai contoh, di Balai Pengujian Mutu Pertanian (BPMP) Jawa Timur, petugas laboratorium mencatat bahwa pengiriman sampel tanah untuk diuji rata-rata dilakukan pada hari Senin dan Rabu. Analisis ini biasanya selesai dalam waktu tiga hari kerja dan memberikan data pH, serta rekomendasi penyesuaian yang spesifik.
Setelah mengetahui tingkat pH, langkah selanjutnya adalah penyesuaian agar mencapai pH Tanah Optimal. Mayoritas tanaman pangan, termasuk padi dan sayuran, tumbuh subur pada rentang pH 6,0 hingga 7,0 (netral hingga sedikit asam).
- Jika Tanah Terlalu Asam (pH rendah): Untuk menaikkan pH (menetralkan keasaman), petani dapat menambahkan bahan pengapuran seperti dolomit (kapur pertanian) atau kapur kalsium karbonat. Jumlah dolomit yang ditambahkan harus berdasarkan rekomendasi hasil uji lab, karena pemberian yang berlebihan dapat menyebabkan tanah menjadi terlalu basa.
- Jika Tanah Terlalu Basa (pH tinggi): Untuk menurunkan pH (meningkatkan keasaman), petani dapat menambahkan sulfur atau bahan organik yang difermentasi, seperti pupuk kandang yang sudah matang.
Misalnya, pada sebuah proyek perbaikan lahan di Sentra Pertanian Subang, Jawa Barat, pada tanggal 14 November 2024, tim penyuluh pertanian melakukan aplikasi dolomit ke lahan seluas 2 hektare yang sebelumnya teridentifikasi memiliki pH ekstrem 4,5. Setelah aplikasi dan penantian selama dua minggu, pengukuran ulang menunjukkan peningkatan pH yang stabil mendekati 6,5, menghasilkan pertumbuhan tanaman yang jauh lebih seragam dan panen yang sukses. Menguasai cara mengukur dan menyesuaikan pH tanah adalah keahlian dasar yang memisahkan petani biasa dengan petani yang meraih panen terbaik.
