Di tengah arus modernisasi dan masuknya Implementasi Pertanian Presisi serta teknologi canggih, seringkali terlupakan bahwa fondasi ketahanan pangan Indonesia bertumpu pada Pengetahuan Pertanian Tradisional yang diwariskan turun-temurun. Pengetahuan Pertanian Tradisional ini, yang meliputi kalender tanam, sistem Irigasi Cerdas kearifan lokal, dan praktik budidaya ramah lingkungan, adalah warisan tak benda yang sangat berharga. Meregenerasi dan mendokumentasikan Pengetahuan Pertanian Tradisional kepada generasi muda adalah tanggung jawab mendesak, memastikan bahwa Harta Nusantara ini tidak hilang ditelan zaman.
Nilai Sains di Balik Kearifan Lokal
Banyak praktik Pengetahuan Pertanian Tradisional yang dulunya dianggap kuno, kini terbukti memiliki dasar ilmiah yang kuat dan berkelanjutan, jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan revolusi hijau modern.
- Sistem Tumpang Sari dan Diversitas: Praktik tumpang sari (menanam lebih dari satu jenis tanaman dalam satu lahan, misalnya padi, jagung, dan palawija) yang dilakukan petani zaman dulu secara ilmiah terbukti meningkatkan keragaman hayati tanah, mengurangi risiko kegagalan total panen, dan berfungsi sebagai Latihan Rahasia pengendalian hama alami. Ini adalah Kekuatan Fungsional ekologis yang menjamin ketahanan pangan lokal.
- Kalender Tanam Astronomis: Di banyak daerah, seperti di Bali dengan sistem Subak atau di Jawa Tengah, petani tradisional menggunakan penanda alam atau posisi bintang (misalnya, Bintang Waluku yang terbit pada Bulan Mei) untuk menentukan waktu tanam yang tepat. Kalender ini secara akurat memprediksi musim hujan dan kemarau, yang merupakan bentuk Irigasi Cerdas non-teknologi yang vital.
Peran Guru dan akademisi lokal sangat penting dalam mengkaji dan memvalidasi keunggulan sains dalam praktik ini. Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Pusat Kajian Ekologi Pertanian pada Desember 2025, sistem penanaman tradisional menghasilkan output pangan per unit energi yang jauh lebih tinggi daripada sistem monokultur.
Strategi Regenerasi Melalui Program Sekolah dan Komunitas
Untuk menjaga agar Pengetahuan Pertanian Tradisional tetap hidup, regenerasi harus melibatkan petani muda dan lembaga pendidikan.
- Sekolah Lapang Tematik: Dinas Pertanian Daerah harus mengadakan Program Sekolah Lapang yang secara khusus diajarkan oleh sesepuh atau petani tua. Pelatihan ini diadakan secara praktis di lahan (misalnya, setiap Hari Sabtu pagi, pukul 08:00 hingga 11:00) dengan fokus pada Menguasai Teknik pembuatan pupuk organik dari limbah ternak atau pembuatan pestisida nabati.
- Integrasi Kurikulum Lokal: Pelajaran Hidup ini harus mulai diajarkan sejak dini. Sekolah Dasar dan SMP di daerah agraris harus mengintegrasikan modul Pertanian Lokal ke dalam pelajaran IPA atau Keterampilan Hidup, mengajak siswa melakukan Latihan Sederhana di kebun mini sekolah.
- Pendokumentasian Digital: Petani milenial dapat menggunakan Inovasi Petani Milenial untuk mendokumentasikan Pengetahuan Pertanian Tradisional dalam bentuk video atau e-book, memastikan warisan ini mudah diakses oleh generasi berikutnya.
Dukungan Aparat dan Recovery Protocol
Menjaga warisan pertanian ini juga memerlukan dukungan kebijakan dan penegakan hukum.
- Perlindungan Lahan Adat: Petugas Aparat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kepolisian Resor setempat harus bekerja sama dalam melindungi lahan yang digunakan untuk praktik pertanian tradisional (misalnya, sawah Lahan Sempit Kota atau hutan larangan) dari alih fungsi lahan yang melanggar hukum.
- Recovery Protocol Bencana: Pengetahuan Pertanian Tradisional sering kali memiliki mekanisme Recovery Protocol pasca-bencana alam, seperti varietas padi yang tahan banjir atau kekeringan. Pemerintah harus mengoleksi dan menyebarluaskan benih varietas lokal unggul ini sebagai bagian dari strategi mitigasi bencana.
Dengan menjadikan Pengetahuan Pertanian Tradisional sebagai prioritas, Indonesia tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga mengamankan masa depan pangan yang lebih berkelanjutan dan tangguh.
